Rabu, 27 Maret 2013

Krisis Moneter dan Krisis Ekonomi

Krisis Moneter dan Krisis Ekonomi

     Krisis ekonomi di Indonesia dipicu oleh efek ketularan (contangion effect) dari krisis di Asia Timur. Krisis dimulai dari jatuhnya nilai rupiah akibat dana-dana jangka pendek (shortterm capital) yang datarik keluar negri. Padahal beberapa investasi , misalnya dibidang properti dan konstruksi , menggunakan dana-dana tersebut. Akibatnya , terjadi kepanikan yang luar biasa dikalangan investor finansial. konsumen, maupun pemerintah. Di Indonesia , krisis tersebut berlangsung bersamaan dengan kebakaran hutan dan kekeringan sehingga situasinya menjadi multidimensional. Krisis dibidang moneter dan ekonomi itu kemudian berlanjut dengan krisis kepercayaan kepada pemerintah sehingga nilai rupiah ambruk hingga tingkat yang sangat rendah. Untuk mengatasi krisis moneter tersebut kita harus megetahui dulu pada tingkat nilai tukar berapa keseimbangan rupiah akan tercapai  dan bagaimana cara mencapainya.
     
     Selain itu perlu juga kita perhatikan seberapa dan seperti apa permintaan pasar dunia terhadap barang-barang produksi dalam negri. Kalau permintaan pasar cukup terbuka , maka ekspor pun bisa dilancarkan dan berarti kegiatan produksi bisa dilakukan. Banyak orang berpendapat bahwa dengan jatuhnya mata uang rupiah berarti barang Indonesia menjadi murah diluar negri dan ini merupakan "keunggulan komparatif" bagi eksportir.
     
     Sektor pertanian dan pertambangan (khususnya minyak dan gas) sebenarnya diharapkan menjadi pendorong bagi pemulihan ekonomi ditahun mendatang. Tetapi , produksi sektor pertanian khususnya beras sangat tergantung pada iklim karna jika pada musim kemrau panen akan gagal. Panen yang gagal akan berdampak pada peningkatan impor beras yang harus dibayar dengan biaya yg cukup tinggi dan sebagiannya harus disubsidi. 
     
     Namun pada produk pertanian ekspor jelas akan beruntung dari jatuhnya rupiah . Hanya , seberapa besar keuntungan itu akan sangat tergantung dari pembiayaan ekspor dan jasa pelabuaha. Sementara itu sumbangan minyak dan gas bagi penerimaan negara sudah semakin menurun karna harga dan produksi akan terus dipengaruhi oleh OPEC dan tidak bisa memproduksi seenaknya

Kapital Global
    Permasalahan moneter dan ekonomi internasional yang memberatkan bagi Indonesia adalah fenomena kapital global dan perputaran jangka pendek yang cepat berpindah tempat. Pada saat ini diperkirakaan terjadi kelebihan dana dan para pemiliknya kebingungan menanamkan modalnya setelah negara-negara Asia Pasifik mengalami krisis.Harapan para pemilik modal tersebut akhirnya akan tertumpu ke Asia Pasifik juga . Tetapi kapan mereka kembali dan berapa lama bertahan akan sangat tergantung pada situasi perekonomian regional dan khususnya nasional negara masing-masing. Dana tersenut akan masuk jika aman dan mampu memberikan insentif untuk bertahan dan tertanam didalam negeri.
     
     Banyak orang yakin bahwa teori mengenai krisis ini selalu berdimensi pendek dan berbentuk siklus. Pasalnya memang tidak ada cara lain yang dilakukan selain dengan konsolidasi, pembenahan , perbaikan , struktur , deregulasi dan sebagainya . 

Ketidakselarasan Ekonomi
    Sering kali kebijakan ekonomi makro dengan dan moneter tak sejalan dengan sektor riil . Akibatnya sektor riil terseok-seok . Bahkan terkesan ekonomi makro kita tidak berkaitan dengan  mikronya . Desentralisasi memang terasa sudah sangat mendesak untuk dilakukan . Bukan hanya aspek automaney nya saja , tetapi yang lebih penting adalah otonomi dan kewenangan harus diberikan pada daerah untuk bisa mengatur, merncanakan , dan mengawasi sendiri. Hubungan antara pusat atau kota dengan daerah atau desa juga harus lebih proporsional .Untuk itu harus ada distribusi sumber-sumber ekonomi dan barang agar bisa smpai ke desa . 

     Pada umumnya krisis ini bisa diartikan sebagai krisis mutidimensional. Penyababnya terutama fundamental ekomomi Indonesia yang sudah kelewatan kropos, khusunya dalam hubungan antara makro dan mikro. Hubungan ini bisa disambung jika kita mempunyai institusi dan pengelolaan pemerintah yang memadai , baik pengelolaan sektor publik maupun sektor swasta dan korporasi.

     Sejak lama pemerintahan yang ada di Indonesia bersifat tidak transparan , tidak bertanggungjawab , dan tidak bisa diawasi. Dan banyak orang mengasosiasikan krisis sekarang ini dengan krisis moral dan mental orang Indonesia , khususnya para pemimpinnya . Krisis moral dapat diperbaiki dengan membuat kebijakan yang tidak memungkinkan terjadinya kecurangan. Maka kebijakan yang harus diambil oleh para pemimpin negeri harus adil dan tidak memihak pada kelompok kepentingan.  

Sumber : Buku Ekonomi Indonesia Baru , Penulis Anggito Abrimanyu, 
Penerbit PT. AlexMedia Komputindo
      

Senin, 25 Maret 2013

Masalah Pokok , Rencana-rencana dan Kebijaksanaan Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia



Masalah Pokok , Rencana-rencana dan Kebijaksanaan Pelaksanaan Pembangunan Ekonomi Indonesia
        
       Dalam sejarah perkembangannya , Indonesia menetapkan pembangunan (ekonomi) secara berkesinambungan baru sejak 1969 yaitu saat dimulainya Repelita yaitu dengan Repelita I . Namun tidaka berarti bahwa sebelumnya tidak ada perencanaan pembangunan (ekonomi) di Indonesia. Untuk itu rencana-rencana dan kebijaksanaan pelaksanaan pembangunan ekonomi di Indonesia dikategorikan kedalam periode 1945-1965 dan periode 1966 sampai sekarang.

Periode 1945-1965 dibagi menjadi beberapa periode yaitu :
a. Periode 1945-1950
            Masalah-masalah pokok ekonomi  yang dihadapi Indonesia pada saat itu merupakan masalah perekonomian pasca kolonial dan akibat perang , yang kemudian menjalar kemasalah-masalah sosial-politik bangsa Indonesia sendiri. Pada periode ini kabinet berganti kurang lebih 13 kali. Pada bulan November 1945 , Indonesia mendapatkan blockade laut oleh Belanda yang membuat Indonesia tidak bisa mengekspor ataupun mengimpor barang-barang keperluannya. Selain itu terjadinya infalasi karena Indonesia masih menggunakan uang buatan jepang. Bukan hanya itu saja , Indonesian juga mengahadapi pengeluaran yang cukup besar untuk militer karna untuk menghadapi agresi Belanda pada waktu itu.
         Pada tahun 1946 Indonesia secara resmi menggunakan uang URI sebagai alat pembayaran yang sah dan diedarkan di daerah Jawa dan Sumatra. Namun karena sukarnya perhubungan , pemalsuan banyak dilakukan . Dengan demikian pembuatan uang URI tidaj hanya dilakukan oleh pemerintah di Yogyakarta saja , tetapi beberapa pemegang kuasa ditempat masing-masing terpaksa mengeluarkan juga URI sendiri.
Beberapa macam uang kertas cetakan yang diedarkan pada masa itu:
-URI       : Uang Republik Indonesia
-URIPS   : Uang Republik Provinsi Sumatra
-URITA  : Uang Republik Indonesia Tapanuli
-URIPSU: Uang Republik Indonesia Provinsi Sumatra Utara
-URIBA  : Uang Republik Indonesia Baru
-URIDAB : Uang Republik Indonesia Daaerah Banten
Pada tanggal 1 Januari 1950 setelah penyerahan kedaulatan , Menteri Keuangan mengumumkan bahwa uang federal dalam seluruh daerah RIS menjadi alat pembayaran sah yang nantinya akan ditukar dengan uang kertas URI.

b. Periode 1951-1955
Masalah pokok yang dihadapi Indonesia dalam periode ini pada dasarmya  tidak jauh dari masalah yang ada pada periode sebelumnya. Masalah defisit yang dihadapi pada periode sebelumnya ikut menjadi permasalahan dalam periode ini. Dalam menanggapi masalah yang sulit ini , disusunlah Rencana Urgensi Prekonomian yang diusulkan oleh Sumitro Djojohadikusumo dibawah kabinet Natsir. Tujuan rencana itu adalah mendorong berkembangnya industry-industry kecil . Sifat rencananya adalah jangka pendek (2 tahun).
Menghadapi masalah-masalah pokok pada dasarnya yang diperlukan adalah mengendalikan jumlah uang yang beredar dan sekaligus mengelola kecepatan peredarannya dengan mengimbanginya dengan meningkatkan perdagangan dan produksi sehingga harga dapat dikendalikan.

c. Periode 1956-1960
            Masalah-masalah pokok yang dihadapi pada periode ini merupakan akibat dari kebijaksanaan-kebijaksanaan periode sebelumnya. Bahkan kebijaksanaan dalam bidang ekspor-impor ternayata menimbulkan masalah-masalah baru yang sifatnya mengurang produksi, termasuk produksi barang primer. Sementara itu kebijaksanaan anggaran yang deficit masih tetap dipertahankan , bahkan sebagai akibat paertambahan jumlah uang yang beredar yang cukup besar pada periode sebelumnya telah mendorong tingkat harga naik darastis. Situasi ini mendorong naiknya biaya hidup.
Dalam menghadapi masalah-masalah ini , disusunlah Rencana Pembangunan Lima Tahun I dibawah kabinet Djuanda . Selama masa 1956-1958 Indonesia mendapat berbagai kesuliatan sehingga mempengaruhi pelaksanaan RPLT , yaitu :
1. Faktor-faktor Ekonomi
2. Faktor-faktor Politik Dalam Negri
3. Faktor Administrasi

d. Periode 1961-1965
            Masalah-masalah pokok yang melanda perekonomia Indonesia adalah ketidaksetabilan dalam moneter, pembiayaan , neraca pembayaran serta sektor produksi dan konsumsi. Dalam periode ini perkembangan perekonomian Indonesia sangat dipengaruhi oleh Manifesto Politik dan diarahkan oleh prinsip Demokrasi Terpimpin.
Yang ingin dicapai melalu Rencana Pembangunan Nasional Semesta Berencana dikenal sebagai tiga program pokok yaitu :
a. mencukupi kebutuhan pokok rakyat khususnya pangan dan sandang.
b. meningkatkan kewibawaan pemerintah
c. melanjutkan perlawanan terhadap kapitalisme dan imperialisme serta pengembalian Irian Barat ke dalam Indonesia.

Periode 1966 sampai sekarang dibagi menjadi beberapa periode yaitu :
e. Periode 1966-1968
     Perkembangan perekonomian Indonesia setelah peristiwa 30 September 1965 mengalami perubahan drastis. Perubahan ini ternyata tidak hanya bidang ekonomi tetapi juga dalam bidang politik yang semua tercantum dalam rangkaian Ketetapan-ketetapan MPRS tanggal 5 Juli 1966.
      Kebijaksanaan ekonomi yang tertuang dalam Ketetapan MPRS tersebut dengan jelas membedakan antara program jangka pendek yang meliputi stabilisasi dah rehabilitasi , serta jangka panjang yang meliputi program pembangunan.

f. Periode 1969/1970-1973/1974 (Repelita I)
           Persoalan pokok yang dihadapi dalam periode ini adalah meningkatkan pertumbuhan ekonomi dengan tetap menjaga stabilitas ekonomi yang telah dicapai. Dalam lingkup ini termasuk bagaimana meningkatkan pandapatan devisa , kemampuan untuk pembangunan ekonomi , mengubah struktur perekonomian agar tidak tergantung pada sektor pertanian , meningkatkan produksi nasional. Strategi dasar Repelita I diarahkan pada pencapaian stabilitas nasional dan pertumbuhan ekonomi yang dititikberatkan pada sektor pertanian dan industry yang menunjang sektor pertanian.

g. Periode 1974/1975-1978/1979 (Repelita II)
       Pada awal periode , pembicaraan tentang makna pembangunan mulai berubah menjadi pandangan tentang pembangunan harus berwawasan keadilan . Selain menekankan pertumbuhan ekonomi yang tinggi juga menekankan pada pentingnya pemerataan pembangunan. Berdasarkan arah dan strategi pembangunan jangka panjang sebagaimana ditetapkan GBHN dan demi terciptanya tujuan dari setiap pembangunan haruslah bertumpuan pada Trilogi Pembangunan yang isinya :
- Pemerataan pembangunan dan hasil-hasilnya yang menuju pada terciptanya keadilan sosial bagi seluruh rakyat.
- Pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi.
- Stabilitas nasional yang sehat dan dinamis.

h. Periode 1979/1980-1983/1984 (Repelita III)
            Pada periode ini mucul gajala monopoli di masyarakat . Akibat dari monopoli tersebut adalah semakin meningkatnya masalah ekonomi biaya yang hanya merugikan konsumen. Selain itu juga pengaruh kebijaksanaan devaluasi masih sangat mempengaruhi. Untuk mengatasinya diberlakukanlah kebijaksanaan deregulasi perbankan yang bertujuan mendorong bank-bank untuk mengerahkan dana dari masyarakat , sehingga dapat mengurangi ketergantungan bank-bank pada bank sentral akan dana murah dalam pemberian pinjaman.

I. Periode 1984/1985-1988/1989 (Repelita IV)
         Usaha-usaha untuk melanjutkan deregulasi pada periode ini semakin ditingkatkan dengan tujuan utama meningkatkan efisiensi mekanisme pasar , khususnya yang berkaitan dengan aspek moneter , kelancaran arus barang yang pada giliran berikutnya diharapkan dapat meningkatkan produksi. Untuk memperbaiki pola unit produksi yang membuat ekonomi biaya tinggi sehingga produk Indonesia kurang dapat bersaing diluar negri , pemerintah memberlakukan kebijaksanaan 6 mei 1986. Kebijaksanaan ini bertujuan untuk meningkatkan efisiensi produksi dalam negri dan daya saing barang ekspor bukan migas melalui pemberian kemudahan tata niaga , fasilitas pembebasan dan pengembalian bea masuk serta pembentukkan kwasan berikat.

J. Periode 1989/1990-1993/1994 (Repelita V)
            Tujuan dari Repelita V sesuai dengan GBHN tahun 1988 adalah pertama , meningkatkan taraf hidup , kecerdasan dan kesejahteraan seluruh rakyat secara merata dan adil. Selain itu meletakkan landasan yang kuat untuk tahap pembangunan berikutnya. Pada pelita V prioritas diletakkan pada pembangunan bidang ekonomi. Sejalan dengan prioritas pada pembangunan bidang ekonomi maka pembangunan dalam bidang politik , sosial , budaya , pertahanan keamanan dan lain-lain makin ditingkatkan agar saling menunjang sehingga lebih menjamin ketahanan nasional.

Sumber : Buku Perekonomian Indonesia, Penulis Drs. P.C Suroso, M.Sc , 
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta
           

Strategi pembangunan Ekonomi di Indonesia



Strategi pembangunan Ekonomi di Indonesia
         
        Strategi Pembangunan Ekonomi di Indonsia khususnya sebelum tahun 1966 , pada tingkat tertentu diarahkan untuk mencapai laju pertumbuhan yang tinggi . Namun banyak pengamat mengatakan bahwa titik berat pembangunan pada periode itu lebih dititikberatkan pada pembangunan politik dan sangat kurang memperhatikan pembangunan ekonomi. Pernytaan ini didasarkan pada fakta bahwa pada periode itu kebijaksanaan dalam bidang ekonomi yang konsisten sangat sangat rendah bahkan bisa dibilang tidak konsisten sama sekali.
           
          Hasil dari kebijaksanaan yang diberlakukan sebagai penjabaran strategi petumbuhan akhirnya menciptakan inflasi pada akhir tahun 1965 yang merusak seluruh sector perekonomian. Kemudian pada periode 1966-1968, strategi yang berlaku pada dasarnya adalah strategi pertumbuhan yang didasarkan pada strategi yang sesuai dengan Negara Indonesia . Namun disadari startegi pertumbuhan itu tidak mungkin dicapai jika inflasi tidak dikendalikan terlebih dahulu . Untuk itu dalam periode ini Pemerintah Indonesia memberlakukan kebijaksanaan stabilitas dan rehabilitas.
           
          Periode ini kemudian disusul dengan periode Repelita dan dalam setiap Repelita khususnya sejak Repelita II , strategi pembangunan ekonomi yang diberlakukan di Indonesia adalah strategi yang mengacu pada pertumbuhan yang sekaligus berorientasi pada keadilan (pemerataan) . menghapus kemiskinaan , dan juga keadilan (pemerataan) antar daerah.
Strategi ini nampak lewat kebijaksanaan yang diberlakukan , misalnya :
1)   Semakin meningkatnya bantuan pusat kepada daerah untuk membiayai pembangunan di daerah yang sifatnya padat karya (inpres). Anggaran untuk pembangunan daerah ini sejak tahun pertama Repelita I semakin meningkat . Bahkan juga pada saat anggaran untuk sector lainnya berkurang . Kebijaksanaan ini selain ingin mendorong pembangunan di daerah juga sekligus berorientasi pada strategi penciptaan lapangan kerja padat karya.
2)    Kebijaksanaan pemerintah dalam bidang perkreditan.
3)    Perhatian yang besar terhadap koperasi khususnya kepada KUD.

Maka dapat disimpulkan bahwa strategi pembangunan di Indonesia tidak mengenal pembedaan . Artinya sangat disadari bahwa orientasi ke pemerataan , pengahapusan kemiskinan memang merupakan hal yang harus dicapai , namun hal itu tidak mungkin dicapai kalau aspek pertumbuhan ekonomi dilupakan sama sekali.
         
        Sejak Repelita II , strategi pembangunan wilayah di Indonesia secara tegas ditekankan dengan dibaginya wilayah Indonesia menjadi 4 wilayah pembangunan , yaitu wilayah pembangunan I , II , III , IV . Pembagian wilayah pembangunan ini tidak didasarkan pada pembagian secara administratif politis yang ada .
           
          Strategi-strategi pembanggunan ekonomi yang diberlakukan itu secara konsisten didukung oleh kebijaksanaan ekonomi. Kemudian strategi itu juga dipertegas dengan menetapkan sasaran-sasaran atau titik berat pembangunan pada setiap Repelita.
·  Repelita I : meletakkan titik berat pada sector pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian.
·  Repelita II : meletakkan titik berat pada sektor pertanian dan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku.
·  Repelita III : meletakkan titik berat pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industry yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi.
·  Repelita IV : meletakkan titik berat pada sektor pertanian untuk melanjutakan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan miningkatkan industry yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri , baik industri ringan yang akan terus dikembangkan dalam Repelita-repelita selanjutnya.

Sumber : Buku Perekonomian Indonesia, Penulis Drs. P.C Suroso, M.Sc , 
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara



Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara
APBN merupakan penjabaran dari suatu rencana , sekaligus memberikan informasi kea rah mana atau prioritas apa yang akan dilaksanakan selama tahun anggaran.

Fungsi anggaran
a. Merupakan fungsi hukum ketatanegaraan (politik) yaitu bahwa anggaran sebagai dokumen memungkinkan Dewan Perwakilan Rakyat memberi kuasa kepada pemerintah untuk melaksanakan pengeluaran yang perkiraannya telah dimuat dalam anggaran dan dengan demikian juga untuk menarik alat pembiayaanyang diperlukan untuk pengeluaran tersebut (fungsi otorisasi). Fungsi otorisasi ini diberikan berdasarkan penilaian yang telah diadakan mengenai kebijaksanaan pemerintah yang telah ditentukan (prinsip periodisitas).
b.   Merupakan fungsi pengawasan atas problematik ekonomi-perusahaan (fungsi mikro-ekonomis).
c.   Merupakan fungsi makro-ekonomis yaitu memberikan kepada pemerintah , Dewan Perwakilan Rakyat dab rakyat pengertian mengenai arti daripada kebijaksanaan Negara yang telah ditentukan bagi rumah tangga Negara.

Prosedur anggaran (siklus anggaran)
Meliputi tahapan-tahapan:
·    Penyiapan anggaran oleh kekuasaan eksekutif.
·    Pengajuan anggaran kepada kekuasaan legislatif diikuti dengan pembahasaan dan penentuan oleh parlemen.
·    Pelaksanaan anggaran dengan efektuasi dan administrasi pengeluaran dan penerimaan
·    Pengawasan atas perhitungan oleh suatu badan yang lepas dari pengaruh kekuasaan eksekutif.
·    Penentuan perhitungan kekuasaan legislatif dengan pemberian decharge kepada kekuasaan eksekutif.

Susunan anggaran
Susunan anggaran harus memenuhi berbagai prinsip yang muncul sebagai akibat dari fungsi anggaran.
1.  Berdasarkan fungsi : budget dalam hukum ketatanegaraan dan ekonomi perlu disebut prinsip kelengkapan (prinsip universal). Mempertahankan hak budget parlemen secara lengkap berarti bahwa semua pengeluaran harus dimuat dengan tegas dalam anggaran. Dengan demikian tidak ada aktivitas penguasaan publik yang terlepas dari pengawasan parlemen dan dari anggaran terlihat seluruh kebutuhan Negara akan pendapatan.
2.  Prisip apropriasi atau disebut juga prinsip spesialitas adalah setiap kategori pengeluaran organisasi dimasukkan dalam pasal tersendiri , sehingga dapat dijamin bahwa pembentuk undang-undang bagi tiap kategori-pengeluaran yang demikian itu memberi otorisasi sendiri . 
Macam-macam prinsip spesialitas :
  •  Spesialitas kualitatif      : bahwa jumlah uang yang ditetapkan untuk pasal tertentu harus semata-mata digunakan bagi tujuan yang telah diuraikan.
  •  Spesialitas kuantitatif    : bawa tidak diperbolehkan melampui jumlah yang telah ditetapkan.
  •  Spesialitas urutan sementara    : bahwa pemgeluaran itu hanya dibebankan pada pasal (pos) tertentu bagi tahum anggaran tertentu.
3. Prinsip kesatuan dan gambaran menyeluruh . menyangkut syarat-syarat fungsi hukum ketatanegaraan maupun syarat-syarat fungsi ekonomkis dari pada anggaran.

Perimbangan Keuangan antara Pusat da Daerah
Karena adanya berbagai tingkat hirarki kemungkinan terjadinya konflik antara kebijaksanaan pengeluaran pusat dan engeluaran daerah , maka telah diberlakukan undang-undang tentang Pemerintah Daerah yaitu UU No.5 tahun 1974 . 
Prinsip-prinsip penyelenggaraan pemerintah daerah menurut UU No.5 tahun 1974 yaitu:
o   Pelaksanaan pemberian otonomi kepada daerah harus menunjang operasi perjuangan rakyat , yakni memperkokoh Negara kesatuan dan mempertinggi tingkat kesejahteran rakyat Indonesia seluruhnya,
o     Pemberian otonomi kepada daerah harus merupakan otonomi yang nyata dan bertanggung jawab.
o  Asas desentralisasi dilaksanakan bersama-sama dengan asas dekonsentrasi , dengan memberikan kemungkinan bagi pelaksanaan asas tugas pembantuan.
o  Pemberian otonomi kepada daerah mengutamakan aspek keserasian (harmoni) disamping aspek pendemokrasian.
o  Tujuan pemberian otonomi daerah adalah untuk meningkatkan daya guna (efisiensi) dan hasil efektivitas penyelenggaraan pemerintahan di daerah , terutama dalam pelaksanaan pembangunan dan pelayanan terhadap masyarakat serta untuk meningkatkan pembinaan kestabilan politik dan kesatuan bangsa.

Politik anggaran
Dengan merencanakan dan melaksanakan suatu anggaran , maka Negara melakukan tindakan politik ekonomi. Politik anggaran disini adalah seluruh tindakan kebijaksanaan untuk menentukan susunan dan besarnya pengeluaran Negara. 

Sumber : Buku Perekonomian Indonesia, Penulis Drs. P.C Suroso, M.Sc , 
Penerbit PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta