Korupsi Dana Bank Dunia
Di sela-sela maraknya
komentar-komentar ekonomi mengenai perbankan , isu mengenai korupsi atas
daana-dana Bank Dunia masih tetap ramai dibicarakan. Dan langkah yang perlu
dilakukan termasuk relative mudah , yakni membentuk komisi independen pelacakan
dana-dana Bank Dunia akibat korupsi. Dalam jangka panjang , komisi independen
semacam ini juga bisa digunakan untuk menyelidiki dana-dana dari sumber lain
yang lenyap akibat adanya KKN.
Banyak yang
memperkirakan jika dilakukan audit manajemen dan teknis , dana yang tak sampai
kesasaran akan tambah banyak. Karena itu penyelidikannya tidak bisa parsial
padaberapa jumlah uang yang masuk kantong para pejabat, tetapi sejauh mana
hasil pekerjaan yang bersangjutan sesuai dengan kualitas yang direncanakan.
Pembentukan
lembaga independen itu akan jauh efektif dan mendapat dukungan luas ketimbang
menunjuk Kantor Menko Wasbang untuk mengusutnya. Karena masalahnya menyangkut
praktik didalam pemerintahan , kredibilitas internal auditor semacam ini dikhawatirkan
tidak mampu membongkar kesalahannya sendiri. Tetapi kalau memang benar sebagian dana Bank Dunia itu
lenyap karena praktik KKN , yang juga harus dipersalahkan adalah lembaga
tertinggi seperti Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sebagai lembaga control yang
gagal melaksanakan fungsi pengawasan terhadap penggunaan dana-dana Bank Dunia
tersebut. Kelemahan birokrasi ini tampak dalam pengelolaan utang , baik utang
swasta maupun pemerintah , termasuk penyelewengan dan salah urus dalam
pemggunaan dana dari komponen utang luar negri.
Memang cukup
menganggetkan mengapa sampai terjadi penyelewengan dan korupsi dana Bank Dunia
dalam jumlah yang relative besar. Pemicunya bisa dari dua pihak , inisiatif
pejabat Indonesia atau pejabat Bank Dunia. Konkretnya , sebagian dana baik dari
Bank Dunia maupun dari sumber dana lain sebenarnya sudah lama ada . Tetapi
karena sebelum Juli 1997 tidak atau belum terjadi krisis , tidak banyak orang ,
apalagi para pejabat pemerintah yang peduli. Karena itu , krisis yang terjadi
sekarang ini memberikan hikmah bagi usaha pemberantasan korupsi.
Kunci
penyelesaian masalah krisis memang terletak pada factor kepercayaan. Sejak 2
Juli 1997 kepercayaan itu mulai rontok . Lalu terjadilah yang disebut contangin effect (dampak menular) yang menimpa
Indonesia, Malaysia, Korea dan sebagainya. Kepercayaan adalah suatu komoditi
yang penting namun rentan. Soal kepercayaan ini menyangkut perkembangan serta
pembangunan lembaga-lembaga ekonomi, sosial , politik.
Kalau krisis
Indonesia akhhirnya merupakan krisis kualitas manajemen dan kebijakan dari
lembaga-lembaga ekonomi , maka ini tidak bisa disembuhkan dalam jangka pendek.
Karena , pertama proses perbaikan kualitas institusi itu memerlukan waktu lama
, kedua kepercayaan dalam dan luar negri yang hilang juga memerlukan waktu
cukup lama untuk kembali.
Ini tidak
berarti bahwa kita harus menunggu . Pembenahan yang bisa dilakukan sekarang
harus segara dilakukan. Injeksi dana dari IMF , Bank Dunia dan donator lain
adalah usaha “memancing” kepercayaan. Hasilnya , untuk sementara rupanya ada
dampak penguatan kurs rupiah , tetapi belum ada kepastian apakah benar-benar
bisa mengembalikan kepercayaan dipasar terhadap kualitas pemerintahan ,
kesungguhan untuk memberantas praktik korupsi dan keamanan bagi para investor.
Sumber : Buku Ekonomi Indonesia Baru , Penulis Anggito Abrimanyu,
Penerbit PT. AlexMedia Komputindo
Tidak ada komentar:
Posting Komentar