Rabu, 03 April 2013

Kebijaksanaan Uang Ketat Dan Kendali Devisa



Kebijaksanaan Uang Ketat Dan Kendali Devisa
                
         Krisis ekonomi di Indonesia terus berkelanjutan dan hingga kini kita masih mencari-cari apa kira-kira solusi yang paling tepat untuk bisa keluar dari krisis. Berbagai pembenahan kebijakan dan institusional secara gradual dan parsial dilakukan agar krisis kepercayaan bisa pulih. Untuk itu berbagai langkah yang berkaitan dengan penguatan rupiah , distribusi Sembilan bahan pokok (sembako) , penurunaan suku bunga dan penyehatan perbankan menjadi prioritas utama.
         
        Selama orde baru kebijaksanaan pemerintah mengenai arah dean sasaran pemulihan ekonomi nasional telah mengundang berbagai kritik . Banyak pihak yang mendesak pemerintah untuk memperjelas kebijakan dan visi kedepan serta restrukturisasi pereekonomian nasional ,khususnya langkah-langkah penyehatan bank.
            
         Yang paling mencolok adalah kebijaksanaan uang ketat . Sampai sekarang kebijakaan ini tidak berhasil memperkuat rupiah dan banyak usulan yang meminta pemerintah dan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga. Tetapi kalau suku bunga terlalu turun maka kurs rupiah bisa lebih terpuruk lagi. Oleh karena itu ada yang mengusulkan kepada pemerintah untuk memberlakukan sistem devisa terkendali secara selektif dan sementara. Kurs rupiah tidak seluruhnya diserahkan kepada pasar , dan masuknya modal spekulatif harus dibatasi. Sebagai pelengkap sistem devisa terkendali, diusulkan agar para eksportir diwajibkan menyerahkan hasil devisa dari ekspornya kepada Bank Indonesia . ini akan memperbasar pasokan devisa yang bisa dialokasikan dengan prioritas untuk keperluan produksi mialnya untuk ekspor.
         
       Persoalan yang tak kalah mendasar dan harus  segera dibenahi adalah perbankan nasional . Perilaku perbankan nasional selama ini dipenuhi dengan berbagai masalah kronis seperti campur tangan pemilik , prakyik KKN , dan terjadinya moral bazard serta adanya konflik kepentingan yakni membiayai sendiri kelompoknya . Karena perbankan yang keropos membuat banyak perusahaan terancam gulung tikar. Jika bank mau memberi pinjaman , ia akan rugi karna suku bunga pinjaman lebih rendah dari daripada suku bunga deposito. Saat ini bank-bank hanya bisa bertahan untuk sementara waktu dengan memutarkan modalnya dipasar uang. Ini jelas tidak membantu sektor riil mengatasi krisis ekonomi.
             
           Masyarakat mau menabung jika ada rasa aman menyimpan di bank. Dunia usaha memerlukan dana murah dan cepat agar bisa menolong mereka menggerakkan usahanya. Terjadinya suku bunga tinggi tidak seluruhnya karena kesalahan perbankan nasional , tapi karena resep kebijakan ketat IMF.
          
         Gugatan terhadap kebijakaan uang ketat dengan suku bunga yang sangat tinggi , bisa dimengerti karena sampai sekarang IMF tidak berhasil menghentikan krisis moneter dan ekonomi. Sampai sekarang resesi yaitu laju pertumbuhan negative terajadi di Negara Asia. Kini dunia mungkin berada diambang pintu resesi global.
            
          Meskipun ini adalah ganjalan terbesar , kiranya masih ada celah untuk menggulirkan kebijakan yang bersifat agak ekstrim tersebut , mengingat persoalan krisis ekonomi ini telah jauh merembet pada masalah sosial yang sangat memperihatinkan. Masalah legitimasi pemerintah memang menjadi kunci dari permasalahan kepercayaan , namun dikhawatirkan daya tahan ekonomi rumah tangga tidak akan bisa bertahan hingga tahun selanjutnya.

Sumber : Buku Ekonomi Indonesia Baru , Penulis Anggito Abrimanyu, 
Penerbit PT. AlexMedia Komputindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar