Rabu, 03 April 2013

Lingkungan Ekonomi Politik Pemerintahan Baru



Lingkungan Ekonomi Politik Pemerintahan Baru
                 
              Akan cukup serius kalau misalnya , karena terjadi suatu hal (politik uang , antara lain) di MPR , hanya itu-itu saja yang terpilih. Bisa jadi pemerintahan tidak akan bekerja secara lancar karena , pertama setiap kali akan diganjal oleh “oposisi” di DPR , kedua LSM dan gerakan-gerakan rakyat (khususnya mahasiswa) akan sering memenuhi jalanan di Jakarta. Citra pemerintahan yang masih berbau Orde Baru akan tetap labil dan sangat lemah , sehingga tidak akan menguntungkan kebangkitan kembali ekonomi.
            
            Akan tetapi dizaman Orde baru yang lalu DPR hanya sekedar stempelnya pemerintah , sehingga profesionalitas seorang menteri tidak pernah teruji. Di masa yang mendatang , DPR diharapkan akan jauh lebih bergigi. Lagi pula , partai-partai yang mendukung pemerintah baru tidak akan mempunyai mayoritas yang besar. Memerintah akan menjadi lebih sukar. Maka sebenarnya bagaimana pun formasinya , pemerintahan baru nanti akan lemah dalam meluncurkan kebijakan dan menjalankannya , karena akan terjadi tawar-menawar yang sangat intensif dan memakan waktu.
             
              Satu yang sangat pasti adalah bahwa kebijakan ekonomi pemerintahan mendatang tidak akan lepas dari dan bahkan terikat perjanjian dengan IMF. Patut dicatat juga , tidak ada pemimpin parpol besar yang secara mutlak menolak peran serta kebijakan IMF , meski banyak yang berbeda (dengan IMF) dalam hal prioritas dan jadwal pelaksanaannya. Misalnya dalah hal penyehatan perbankan “apakah tidak lebih baik menutup bank-bank pemerintah karna biaya rekapitalisasinya terlalu besar sementara bank-bank BUMN ini sebetulnya lebih keropos dan sangat berbau KKN ketimbang bank-bank swasta”. IMF sudah punya jawaban , bahwa alternative itu sangat mungkin lebih jelek. Kalau Bank-bank BUMN dilikuidasi maka pemerintah harus menanggung jaminan segala deposito. Lagi pula kalau bank-bank BUMN sampai ditutup maka kepercayaan masyarakat terhadap sistem perbankan akan hilang total.
             
             Kesimpulannya , walaupun biaya sangat besar , bank-bank BUMN harus diselamatkan. Biaya rekapitalisasinya bisa dikurangi dengan menuntut serta memaksa agar debitur yang mampu segera membayar kembali utangnya , dan kalau debitur yang mampu segera membayar kembali utangnya, dan kalau debitur betul-betul tidak mampu maka asetnya yang sudah dikuasai pemerintah dijual saja.
            
           Neiss mengatakan bahwa antara IMF dan pemerintah yang mengalami krisis ekonomi-moneter dicapai suatu “bargain” (perjanjian suka rela , hasil tawar-menawar). Negara yang jatuh kejurang krisis memerlukan pertolongan dan injeksi dana devisa yang sangat besar.IMF adalah organisasi internasional , bagian keluarga besar PBB yang juga ikut dimiliki Negara-negara Asia. Lagi pula , kalau IMF terlibat maka Bank Dunia dan Bank Pebangunan Asia akan ikut serta.
             
         Jadi , kalau pemerintah Negara dalam krisis juga menerima kewajiban unttuk megadakan perbaikan “governance” nya. Artinya mengadakan berbagai ,reformasi kelembagaan , memangkas KKN  dan mengawasi perbankan secara lebih ketat dan efktif. Apakah pemulihan ekonomi harus menuggu sampai pemerintah baru terbentuk? Kirannya tidak demikian. Reaksi pasar yang positif terhadap hasil pemilu dan arah pembentukan pemerintah yang memeliki legitimasi menjadi bukti bahwa persoalan siapa yang menjadi presiden tidak langsung berpengaruh. Logika pasar adalah persoalan kepercayaan. Soal ekonomi bisa dipercayakan kepada menteri-menteri yang professional.

Sumber : Buku Ekonomi Indonesia Baru , Penulis Anggito Abrimanyu, 
Penerbit PT. AlexMedia Komputindo

Tidak ada komentar:

Posting Komentar